SLAWI – Pemerintah Kabupaten Tegal melalui Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman (Pokja PKP) berkolaborasi mencari jalan keluar untuk menyelesaikan kawasan Permukiman kumuh dengan menggelar Forum Grup Discussion (FGD) bersama perangkat daerah, camat dan masyarakat. Asisten Kota (Askot) KotaKu Mandiri Kabupaten Tegal, Hendro Priyo Susanto, menyampaikan bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membangun kolaborasi dalam upaya penanganan Permukiman kumuh di Aula DPU Kabupaten Tegal, Kamis (21/11).
“Kolaborasi menjadi kunci utama yang harus terbangun untuk penanganan Permukiman kumuh” ungkapnya dalam FGD tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwasanya Bupati Tegal telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) No. 050/294/2019 tentang Penetapan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh
Di Kabupaten Tegal Tahun 2019. Dalam SK tersebut menetapkan bahwasanya ada 375,60 hektar kawasan kumuh. “Total ada 22 desa dan 14 desa diantaranya merupakan dampingan program kota tanpa kumuh (KotaKu)” jelasnya. Keempat belas desa tersebut berlokasi di kecamatan Adiwerna, Slawi, Dukuhturi, Talang dan Lebaksiu.
Sementara itu, Asisten Kota Bidang (Askot) Kelembagaan Kolaborasi Kota Pekalongan, Dwi Supriyadi, yang juga sebagai narasumber menjelaskan bahwasannya dalam kolaborasi penanganan permukiman kumuh harus punya konsep satu data, satu perencanaan dan satu peta. Pria yang sehari-harinya dipanggil dengan nama Ambon ini menjelaskan satu data yang dimaksud adalah data yang sama dan disepakati, satu perencanaan yaitu kebijakan dan skenario penanganan kumuh yang saling melengkapi dan satu peta adalah sinkronisasi rencana investasi dan kegiatan. Untuk itu, Dwi Supriyadi meminta kepada perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tegal untuk menginventarisasi penanganan permukiman kumuh sesuai dengan indikator kinerja masing-masing perangkat daerah.
Menurut Supriyadi bahwasanya ada beberapa indikator dalam menentukan kawasan kumuh seperti bangunan tidak teratur, jalan lingkungan tak layak, soal drainase, pengelolaan air limbah, persampahan, air bersih dan fasilitas pemadam kebakaran. Dari beberapa indikator tersebut maka penanganan kekumuhan harus sesuai dengan permasalahan yang ada di lapangan. Ia mencontohkan misalnya di suatu RT/RW mengalami permasalahan dalam pengelolaan limbah atau sampah. Namun pemerintah banyak mengucurkan dana di kawasan tersebut untuk perbaikan jalan. “Maka masalah penanganan permukiman kumuh tidak akan terselesaikan” ungkapnya.
Discussion about this post