Jakarta – Aktivitas pengecoran logam skala rumah tangga di Desa Pesarean, Kecamatan Adiwerna yang berlangsung sejak tahun 1980 hingga kemudian direlokasi secara bertahap ke Perkampungan Industri Kecil (PIK) Kebasen tahun 2010-2012 menyisakan permasalahan lingkungan hidup dan kesehatan di lingkungan warga Pesarean.
Hal tersebut terungkap melalui pemaparan upaya pemulihan lingkungan permukiman Pesarean yang disampaikan oleh Bupati Tegal Umi Azizah saat menjadi narasumber di ajang Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan dan Energi Baru Terbarukan (LIKE) di Indonesia Arena, Kawasan GBK, Jakarta, Sabtu (16/09/2023).
Festival LIKE merupakan ajang mengenalkan aktualisasi kerja dan langkah-langkah korektif kebijakan, serta implementasinya di sektor kehutanan dan lingkungan hidup. Festival ini merupakan rangkaian Road to 28th Conference of the Parties United Nation Climate Change Conference (COP 28 UNFCCC) yang akan diselenggarakan di Dubai, Uni Emirat Arab akhir November tahun ini.
Bupati Umi mengatakan, pihaknya terus berupaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup melalui pelaksanaan komitmen yang tertuang dalam misi pembangunan jangka menengah daerah di mana pembangunan berwawasan lingkungan menjadi bagian dari strategi meningkatkan daya saing daerah. Hal tersebut dipertegas melalui pelaksanaan agenda sembilan program unggulan, salah satunya meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
Umi mengungkapkan, industri pengecoran logam skala rumahan di Pesarean awalnya dikerjakan oleh tiga atau empat orang yang mengecor logam timah aluminium, tembaga, kuningan, dan aki bekas untuk diambil timbalnya. Karena prospeknya menarik dan mampu mengangkat derajat ekonomi keluarga, jumlah pelaku usaha pengecoran logam bertambah hingga 100-an unit usaha.
Seiring dengan berjalannya waktu, kotoran sisa peleburan logam yang terkategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) terus meningkat, menumpuk bercampur tanah di sejumlah lokasi seperti jalan umum, gang, pekarangan rumah sampai yang paling banyak ada di tanah milik Keraton Surakarta Hadiningrat, tepat di samping kompleks barat makam Amangkurat I selama bertahun-tahun sebagai dumpsite.
Dampaknya, timbunan limbah B3 mulai menggerus kualitas hidup warga Pesarean, di mana sejak tahun 2005-2006 warga sudah tidak berani lagi mengonsumsi air sumur untuk keperluan makan dan minum. Tidak hanya mengontaminasi air tanah, pencemaran limbah B3 juga mengganggu kesehatan, di mana warga yang terpapar memiliki risiko menderita ISPA, gangguan fungsi ginjal, hati, penurunan vertilitas, retardasi mental pada bayi di kandungan bahkan ada yang menderita penyakit degeneratif seperti kanker darah.
“Cacatan terakhir kami, masih ada sekitar 10 anak yang mengalami cacat mental di permukiman yang dulunya banyak terdapat pengecoran logam. Melalui KLHK, kita juga pernah lakukan kajian hidrologi bersama Unpad Bandung. Hasilnya, konsentrasi kandungan logam dalam tanah sangat tinggi dan membahayakan,” tandasnya.
Sementara dari penelitian Danida Denmark tahun 2016 lalu ditemukan volume tanah yang tercemar limbah B3 di Pesarean mencapai 20 ribu meter kubik di luasan lahan sekitar 13 ribu meter persegi.
Dari sini, pihaknya terus intens berkoordinasi dengan KLHK hingga kemudian di tahun 2018, melalui Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 (PKTDLB3) dilakukan upaya pemulihan dengan meremediasi lahan di halaman sekolah SMK NU 01 Penawaja seluas 700 meter persegi dengan nilai anggaran Rp1,5 miliar.
Upaya pemulihan kembali dilanjutkan tahun 2021 dengan meremediasi lahan di area selatan II seluas 2.855 meter persegi dengan biaya Rp4,8 miliar. Sedangkan di tahun 2022, remediasi dilakukan di area selatan I seluas 2.428 meter persegi dengan biaya Rp8,2 miliar. Tahun 2023 ini, remediasi dilakukan di area utara dumpsite seluas 3.456 meter persegi dengan volume 3.041,3 meter kubik dengan alokasi anggaran Rp6 miliar.
“Biaya remediasi lahan terkontaminasi B3 totalnya Rp20,5 milar. Semuanya dari APBN, dari KLHK. Dan kami di tahun 2024 akan melanjutkan remediasi di lahan luar dumpsite senilai Rp600 juta dengan melakukan pembersihan jalan, gang, dan pekarangan rumah warga dari limbah padat,” ungkap Umi.
Guna mencegah dampak kesehatan, pihaknya pun menggandeng Unicef melalui Vital Strategies dengan menyusun dokumen Perbup Rencana Aksi Pengurangan Keracunan Timbal pada Anak di Kabupaten Tegal 2023-2027.
“Di sini kami akan fokus melakukan pencegahan dan pemulihan, terutama pada anak-anak dari pajanan timbal dengan terapi khusus hingga 2027 mendatang, termasuk ibu hamil,” ujarnya.
Sementara untuk penataan kawasan permukiman pasca remediasi, pihaknya berencana memanfaatkan keberadaan Makam Tegal Arum yang di dalamnya terdapat makam Amangkurat I sebagai raja Kesultanan Mataram era tahun 1646-1677 serta sejumlah tokoh bersejarah lainnya sebagai daya tarik wisata religi.
Konsep ecotourism nantinya akan diterapkan untuk menata kawasan ini, termasuk lokasi dumpsite yang status lahannya milik Keraton Surakarta Hadiningrat. Beberapa kali komunikasi dan koordinasi sudah dilakukan Pemkab Tegal dengan pihak Keraton Surakarta Hadiningrat dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah. (HR/hn)
Discussion about this post