Slawi – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tegal merespon cepat pengaduan masyarakat tentang pencemaran udara dari asap produksi tahu di tengah lingkungan permukiman padat penduduk yang disampaikan melalui aplikasi Lapor Bupati Tegal. Informasi ini disampaikan Kepala Bidang Pengendalian dan Pengawasan Lingkungan Hidup DLH Kabupaten Tegal Khaerudin di ruang kerjanya, Jumat (04/11/2022).
Khaerudin menuturkan, setelah mendapat laporan pengaduan dari masyarakat terkait pencemaran udara akibat penggunaan kain perca sebagai bahan bakar proses produksi tahu, pihaknya segera menerjunkan tim petugas pengawas untuk memverifikasi aduan dari aplikasi Lapor Bupati Tegal tersebut ke Desa Harjosari Lor, Kecamatan Adiwerna.
“Saat kami inspeksi ke tiga pemilik usaha di lapangan memang tidak ditemukan penggunaan kain perca di ruang produksi. Namun pengakuan dari pemilik usaha memang pernah menggunakan kain perca sebagai pemantik api, tetapi setelah itu tidak pernah menggunakannya kembali,” kata Khaerudin.
Hal ini bertolak belakang dengan keterangan dan pernyataan yang dihimpun dari warga sekitar yang mengungkapkan bahwa pelaku usaha kerapkali menggunakan kain perca sebagai bahan campuran bahan bakar maupun menjadikannya sebagai bahan bakar pokok.
“Dari bukti rekaman video yang dikirimkan warga menunjukkan adanya kepulan asap berwarna hitam keluar dari cerobong asap pemilik usaha produksi tahu,” imbuhnya.
Penggunaan kain perca sebagai bahan bakar produksi tahu memang menghasilkan asap tebal berwarna hitam. Sementara dengan kondisi cerobong asap yang tergolong rendah, asap ini dengan mudah masuk ke rumah-rumah warga di sekitarnya, terlebih mereka yang tinggal di lantai dua.
Terkait dengan itu, pihaknya mengungkapkan jika warga menuntut dua hal, yaitu menghentikan penggunaan kain perca sebagai bahan bakar dan meninggikan cerobong asap dengan ketinggian minimal 10 meter atau dua setengah kali tinggi bangunan tertinggi di lingkungan sekitar.
Lebih lanjut, Khaerudin menuturkan pihaknya akan menintindaklanjuti laporan tersebut dengan memberikan surat pernyataan dari DLH yang akan diteruskan oleh pemerintah desa ke seluruh pelaku usaha produksi tahu di lingkungan tersebut untuk berkomitmen tidak menggunakan bahan bakar yang membahayakan kesehatan dan meninggikan cerobong asap sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Untuk sementara mereka siap menandatangani surat pernyataan tidak akan lagi menggunakan kain perca dan sanggup untuk meninggikan cerobongnya,” ujar Khaerudin.
Terkait regulasi, menurut Khaerudin, menjalankan usaha produksi tahu di tengah lingkungan permukiman padat penduduk berdasarkan ketentuan rencana tata ruang tidak diperkenankan. Namun demikian, usaha tersebut sudah menjadi bagian dari mata pencaharian sebagian warga sejak dulu.
Meski demikian, pihaknya menyampaikan selama masyarakat tidak merasa terganggu, hal tersebut belum menjadi permasalahan yang mendesak. Ia pun menghimbau agar setiap pemilik usaha, termasuk UMKM harus tetap memperhatikan aspek perlindungan lingkungan hidup dan aspek sosial.
“Sebaiknya mereka, pemilik usaha ini juga punya legalitas dan mematuhi ketentuan tata ruang serta tidak menyebabkan pencemaran lingkungan,” ungkap Khaerudin.
Setiap usaha yang berpotensi menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkungan dari aktivitasnya, maka wajib bemiliki izin usaha dengan catatan-catatan untuk meminimalisir terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup.
Sementara itu, Pengawas Lingkungan Hidup DLH Kabupaten Tegal Dian Arryadi mengatakan dampak dari pencemaran udara akibat pembakaran bahan padat seperti kain perca ini dapat membahayakan sistem pernafasan, terlebih terdapat kandungan partikel debu yang terbawa dari asap sisa pembakaran yang tidak sempurna.
“Jika itu terhirup oleh manusia bisa berbahaya bagi paru-paru. Terlebih para pekerjanya yang dapat bersifat kronis, dampaknya bagi kesehatan dapat dirasakan jauh hari nanti. Tidak terasa memang untuk saat sekarang,” kata Dian.
Adapun solusi terbaik, lanjut Dian adalah mengonversi penggunaan bahan bakar padat seperti kain perca, kayu, ataupun sekam dengan gas, termasuk memanfaatkan biogas yang dihasilkan dari pengolahan limbah tahu untuk menghemat biaya produksi, sekaligus mengurangi polusi yang dihasilkan. (EW/hn)
Discussion about this post